NGEBOLANG KE RANAH MINANG

Hari itu, Kamis, 14 Desember 2017, merupakan hari yang panjang dan melelahkan untuk bisa sampai di Minangkabau. Ketika melihat ke jendela bahwa pesawat sudah memasuki wilayah sumatera barat, saya merasa sedikit lega walaupun masih tetap mengkhawatirkan keberadaan teman saya, Devi. Cuaca Kota Padang siang itu sangat cerah, berbanding terbalik dengan cuaca Jakarta yang kelabu.
Pemandanan Sumbar dari atas pesawat
Pemandanan Sumbar dari atas pesawat
Sejam menunggu di bandara, akhirnya saya bertemu dengan Devi dan kemudian kami mencari tumpangan ke Bukittinggi. Ada banyak pilihan dari bandara menuju Bukittinggi, yaitu menggunakan travel, naik damri ke kota Padang lalu lanjut naik bus, atau jalan kaki sekitar 3 km menuju jalan raya untuk kemudian naik bus ke Bukittinggi. Dan kami pun lebih memilih naik damri ke jalan raya. Saat itu sudah pukul 4 sore, kami langsung masuk ke bis damri dan duduk dengan tenang karena lega bisa memulai petualangan di ranah minang. Ketika kami sudah duduk di dalam damri, kernet bus pun langsung meminta ongkos, sehingga tidak ada pilihan berganti kendaraan lain selain menunggu bus jalan. Ternyata bus damri yang kami naiki baru akan jalan jika bus sudah terisi penuh. Dan menunggu sampai bus penuh bisa memakan waktu sampai satu jam. Bus pun jalan ketika jam sudah menunjukkan angka 5. Supir damri tersebut ternyata orang yang sangat baik. Ketika tahu bahwa kami akan ke Bukittinggi dan kami tidak tahu transportasi di Padang, akhirnya dia menurunkan kami di tempat bus elf antar kota ngetem. Dia juga memberi tahu kami bahwa biayanya hanya 16.000 ke Bukittinggi. Salah satu minibus Elf ANS itu masih setengah isi ketika kami datang dan kami pun memilih duduk di samping Pak Supir supaya kami bisa bertanya-tanya mengenai daerah tujuan kami nanti.
Hari sudah senja ketika minibus yang kami naiki mulai berjalan menuju Bukittinggi. Sebenarnya awalnya kami agak seram dengan supir minibus itu, karena dari penampakan fisiknya dia memiliki tato dan cara menyupir yang cenderung ngebut. Apalagi ketika baru jalan 20 menit, elf kami sempat senggolan dengan sebuah mobil lain. Saat itu, supir elf sempat keluar dari mobil dan adu mulut dengan supir dari mobil lain tersebut. Untung saja kejadian tersebut cepat terselesaikan, supir mobil lain itu mau mengalah. Sepanjang jalan, supir elf memasang lagu yang cukup kencang. Tapi di pertengahan jalan, musik yang dipasang mulai dipelankan, dan supir elf mulai mengajak kami mengobrol. Ketika tahu kami adalah wisatawan dari Jakarta, dia pun mulai bercerita tentang pengalamannya bekerja sebagai supir bis antar kota Kampung Rambutan – Bandung.
Obrolan kami membuat suasana menjadi lebih santai, ternyata supir kami itu orang yang baik, padahal sebelumnya sempat mau berantem dengan supir lain. Ternyata, memang gaya supir sumatera untuk cenderung ngebut, katanya kalau tidak ngebut akan lama sampai. Dia juga menunjukkan lokasi kecelakaan bis yang menewaskan beberapa penumpangnya dan sempat masuk berita nasional, bikin serem aja. Supir kami juga bercerita banyak tentang lokasi yang harus dikunjungi jika berkunjung ke Sumatera Barat. Katanya jika ingin mengelilingi seluruh sumatera barat, setidaknya perlu 10 hari. Sebenarnya dalam perjalanan ke Bukittinggi kami ingin juga mampir di Lembah Anai dan Sate Padang Mak Syukur. Tapi karena hari sudah malam, maka tidak memungkinkan untuk mengunjungi Lembah Anai. Tapi supir kami dengan baik hati mau menunjukkan letak Lembah Anai ketika kami melewatinya. Dia juga bercerita bahwa RM Sate Padang Mak Syukur terkenal tapi bukan yang paling enak. Katanya Padang Panjang memang terkenal dengan sate padangnya yang enak. Ada juga satu RM yang terkenal karena Pak SBY pernah berkunung ke RM tersebut. Ternyata Supir kami adalah orang Padang Panjang dan menurut dia cuaca di Padang Panjang lebih sejuk daripada Bukittinggi atau Padang, seperti di Puncak Bogor.
Perjalanan dari Padang menuju Bukittinggi ternyata memakan waktu 2 jam. Karena hari sudah malam, supir kami juga menyarankan kami untuk menginap di Bukittinggi saja dan melanjutkan perjalanan ke Harau keesokan hari. Tapi karena kami sudah menyewa penginapan di Harau untuk malam itu dan pemilik penginapan sudah menghubungi saya sejak saya sampai di Padang, kami pun memilih untuk melanjutkan perjalanan ke Harau. Untuk melanjutkan perjalanan ke Payakumbuh, kami perlu untuk naik minibus lain. Supir kami pun memberitahu minibus apa saja yang bisa kami tumpangi dan kisaran tariff nya. Ketika kami turun di sebuah pinggiran jalan, supir kami juga menitipkan kami kepada penjual minuman di pinggir jalan itu untuk memberitahu bus yang harus kami naiki. Setelah 10 menit menunggu akhirnya bus kami dating. Ternyata saat kami turun dari damri di Padang, bus ini juga ada sedang ngetem bersama dengan bus ANS yang kami naiki. Tapi karena supir damri menyarankan kami naik ANs, jadi kami pun langsung naik ANS. Salah kami juga sih karena saat ditanya supir damri mau naik bus kemana, kami malah bilang mau ke Bukittinggi bukan bilang mau ke Payakumbuh.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 20.20 ketika minibus yang kami naiki menuju Payakumbuh. Karena bus sudah separuh penuh, akhirnya kami duduk di deretan tengah yang masih kosong. Ketika sedang di tengah jalan, Uda Ricky, pemilik penginapan menanyakan posisi kami. Karena kalau malam angkot dari payakumbuh ke harau sudah tidak ada, maka ia akan menjemput kami di Payakumbuh. Karena saya tidak tahu kami sedang berada di mana, akhirnya kami bertanya kepada salah satu penumpang yang ada di minibus juga. Akhirnya uda tersebut malah mengambil alih telpon sambil bertanya juga dengan penumpang lain dalam bahasa minang. Hasil percakapan tersebut kami akan dijemput di kantor pos dekat Pasar Payakumbuh dan ternyata ada juga penumpang yang turun di tempat tersebut sehingga kami akan turun bareng penumpang tersebut.
Perjalanan Bukittinggi ke Payakumbuh hampir memakan waktu selama 1 jam. Akhirnya kami turun di suatu wilayah dekat Pasar Payakumbuh bareng dengan seorang penumpang lain dan dia pun menunjukkan lokasi kantor pos tempat Uda Ricky dan Uda Ikbal akan menjemput kami. Tidak lama menunggu, mereka pun datang dengan 2 buah sepeda motor. Karena kami belum makan malam, akhirnya di tengah jalan kami mampir di sebuah rumah makan padang yang menyajikan makanan yang sangat enak. Perjalanan dari Pasar Payakumbuh ke Harau sebenarnya hanya sekitar 30 menit dan kami pun sampai di homestay pada pukul 23.00. Mengingat kami menghabiskan sebagian besar hari itu dengan berada dalam perjalanan, menyebabkan pinggang pegal karena terlalu lama duduk, akhirnya sampai di homestay kami langsung bersih-bersih dan langsung tidur.
Dari perjalanan hari itu, kami belajar untuk tidak malu bertanya karena di Ranah Minang ini banyak sekali orang baik yang mau membantu kita tanpa pamrih :)

Komentar

Postingan Populer